NAMA :IMA SOFIA RAHMA
UNIVERSITAS SILIWANGI
TUGAS KONSEP DASAR PLS
1.
PENGERTIAN PLS
Menurut
Ensiklopedia, Pendidikan Luar Sekolah ialah penddikan yang diselenggarakan
untuk membelajarkan masyarakat dan anak-anak yang putus sekolah atau yang sama
sekali tidak mengenyam pendidikan formal agar mempunyai keterampilan,
pengetahuan dan juga pengalaman yang dilaksanakan diluar pendidikan formal.
Bisa diartikan juga bahwa PLS ialah pendidikan yang didalamnya mempelajari
tentang masalah-masalah yang biasanya terjadi di kalangan masyarakat, seperti
rendahnya kualitas pendidikan, pemberdayaan masyarakat yang masih terbatas,
pendapatan masyarakat yang masih kurang karena hanya mengandalkan satu mata
pencaharian, dan masih banyak lagi permasalahan-permasalahan yang harus segera
dicari solusinya.
2.
SEJARAH PERKEMBANGAN PLS
Pendidikan
luar sekolah sudah hadir di Indonesia sejak lama bahkan sebelum masa
kemerdekaan, hanya saja pengakuan yuridis baru didapatkan pada tahun 1989 yaitu
setelah adanya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Di dalam undang-undang ini terkandung memberi pelayanan pendidikan
sepanjang hayat bagi seluruh warga masyarakat tanpa membedakan usia, kelamin,
suku, agama, budaya dan lingkungan. Pendidikan luar sekolah ini di dalam
Peraturan Pemerintah No. 73/1991 bertujuan untuk melayani warga belajar supaya
dapat tumbuh dan berkembang sedini mungkin dan sepanjang hayatnya guna
meningkatkan martabat dan mutu pendididkannya, memenuhi kebutuhan belajar masyarakat
yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan sekolah.
Agar tujuan tersebut dapat tercapai dibutuhkan program-program pendidikan luar sekolah yang dapat menunjang hal tersebut. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang program pendidikan luar sekolah akan dibahas dalam makalah ini.
Agar tujuan tersebut dapat tercapai dibutuhkan program-program pendidikan luar sekolah yang dapat menunjang hal tersebut. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang program pendidikan luar sekolah akan dibahas dalam makalah ini.
3.
TOKOH-TOKOH PLS
Berikut
ialah tokoh-tokoh PLS yang ada diseluruh dunia:
a. Philip H. Coombs (1963)
Philip
H. Coombs mengatakan, akibat pertambahan penduduk yang makin pesat untuk
memperoleh kesempatan pendidikan sehingga menyebabkan beban yang harus dipikul
oleh pendidikan formal semakin berat, sumber-sumber yang digunakan untuk
pendidikan kurang memadai sehingga pendidikan formal mengalami hambatan untuk
merespon secara tepat terhadap pertumbuhan dan perkembangan masyarakat,
kelambatan sistem pendidikan formal untuk menyesuaikan dengan perkembangan yang
terjadi di luar pendidikan serta kelemahan masyarakat tersendiri dalam
memanfaatkan lembaga dan lulusan pendidikan formal sehingga jurang perbedaan
antara jumlah dan kemampuan para lulusan dengan lapangan kerja makin bebas.
b. Ivan Illich (1972)
Ivan
Illich (1972) mengatakan, sekolah memonopoli pendidikan dan lebih menitik beratkan
produknya berupa lulusan yang hanya didasarkan atas hasil penelitian dengan
menggunakan angka-angka dan ijazah, mengaburkan makna belajar dan mengajar,
jenjang pendidikan dan tingkat kemampuan serta pemilikan ijazah dan kemampuan
lulusan untuk berprestasi dan berinovasi, proses pendidikan dinominasi oleh
guru dan pada gilirannya merampas harga diri peserta didik yang akan
mengakibatkan lemahnya ketahanan pribadi peserta didik (kurangnya sikap kreatif
dan kritis serta adanya rasa ketidakbebasan untuk mengembangkan kemampuan diri
sesuai dengan potensi yang mereka miliki) serta tumbuhnya ketergantungan
peserta didik kepada pihak lain yang dianggap lebih berkuasa.
c. Paulo Freire
Paulo
Freire mengatakan, sepanjang adanya kelompok yang menekan dan kelompok yang
merasa tertekan dalam suatu masyarakat yang tidak mungkin bisa berkembang
secara demokratis, kreatif dan dinamis, ketidakberhasilan sekolah untuk
mengembangkan situasi pembelajaran yang memberi kemampuan kepada peserta didik
untuk berpikir kritis sehingga mereka dapat mengenali, menganalisis dan
memecahkan masalah yang timbul dalam dunia kehidupannya, situasi pembelajaran
di sekolah pada umumnya tidak mengembangkan dialog antara pendidik dan peserta
didik, tidak saling belajar dan sekolah lebih menekankan hubungan vertical
antara guru dan dosen serta belajar mengajar di sekolah lebih didominasi oleh
guru yang cenderung berperan sebagai penekan (oppressor) sedangkan peserta
didik cenderung berada dalam situasi tertekan (oppressed).
d. Carl Rogers (1961)
Carl
Rogers mengatakan, bahwa proses pembelajaran pendidikan nonformal berpusat pada
guru.
e. Abraham H. Maslaw (1954)
Abraham
H. Maslaw mengatakan, bahwa tarap kehidupan peserta didik akan terus meningkat
apabila dalam dirinya telah berkembang kemampuan untuk mengenali kenyataan diri
melalui interaksi dengan lingkungan melalui penggunaan cara-cara baru.
f. Jerome S. Bruner (1966)
Jerome
S. Bruner mengatakan, adanya dorongan yang tumbuh dari dalam diri peserta
didik, adanya kebebasan peserta didik untuk memilih dan berbuat dalam kegiatan
belajar, serta peserta didik tidak merasa terikat oleh pengaruh ganjaran dan
hukuman yang datang dari luar dirinya yaitu dari guru.
g. B. F. Skinner (1968)
B.
F. Skinner mengatakan, bahwa pada umumnya kegiatan pembelajaran yang dilakukan
dalam pendidikan tidak didasarkan atas perkembangan lingkungan, kegiatan
pembelajaran lebih didominasi oleh pendidik dan bukan oleh bahan dan cara
belajar, serta peserta didik dan lulusan kurang tangkap terhadap kenyataan dan
masalah yang terdapat dalam lingkungannya.
h. Malcolm S. Knowles (1977)
Malcolm
S. Knowles menggabungkan teori psikologi dan pendekatan sistem untuk
mengembangkan proses pembelajaran dan beranggapan bahwa, setiap peserta didik
memiliki kebutuhan psikologi untuk mengarahkan diri supaya diakui oleh
masyarakat, kegiatan belajar yang tepat ialah kegiatan yang melibatkan setiap
peserta didik untuk alternatif jawaban terhadap pertanyaan atau masalah,
peserta didik dapat mengarahkan dirinya sendiri untuk menemukan dan melakukan
kegiatan yang tepat dalam memenuhi kebutuhan belajarnya. Faktor penyebabnya dikarenakan
oleh sikap kaku yang terdapat pada pendidikan formal itu sendiri yang lamban
untuk melakukan inovasi atau menyerap hal-hal yang baru datang dari luar
sistemnya, orientasi terhadap pendidikan terhadap aturan-aturan yang ditetapkan
oleh birokrat atas lebih kuat dibandingkan dengan orientasinya terhadap kenyataan
yang terdapat di luar sistem termasuk ke dalam kepentingan kehidupan para
siswa.
4.
Ruang Lingkup Pendidikan
Luar Sekolah
Ruang
lingkup pendidikan luar sekolah menyangkut berbagai aspek kehidupan dari
berbagai usia, tempat dan kebutuhan. Ruang lingkup pelayanan pendidikan luar
sekolah menjangkau keseluruhan kegiatan pelayanan pendidikan di luar sekolah
pelayanan diselenggarakan oleh pendidikan di luar persekolah. Pendidikan luar
sekolah tidak hanya dilakukan oleh pemerintah/ departemen, tapi juga
dilaksanakan oleh seluruh masyarakat yang mampu membimbing dan melaksanakannya.
Ruang
lingkup pendidikan luar sekolah dapat ditinjau dari beberapa segi seperti :
Pelayanan, pranata, Pelambangan Program. Ketiga segi itu sebagai berikut :
Dari segi
pelayanan
a.
Berdasarkan usia
Usia Persekolahan
Upaya peralatan pendidikan yang berhubungan dengan
anak usia berhubunga antara lain adalah: tempat penitipan anak, dan kelompok
sepermainan. Lembaga-lembaga pendidikan semacam ini juga termasuk lembaga
pendidikan luar sekolah. Fungsi lembaga tersebut berbeda dengan fungsi taman
kanak-kanak yang merupakan persiapan untuk memasuki sekolah dasar.
Usia Pendidikan Dasar
Pada
saat sekarang ini wajib belajar 9 tahun bagi anak-anak usia 7-12 tahun, walau
demikian masih banyak anak-anak usia sekolah yang belum tertampung di sekolah
Dasar. Oleh karena itu pendidikan luar sekolah mempunyai peranan yang penting
untuk merealisasikan tujuan pendidikan yang belum dapat tercapai sepenuhnya
melalui pendidikan persekolahan. Oleh karena itu pendidikan luar sekolah
mengadakan pelaksanaan wajib belajar 9 tahun, dengan cara program paket A.
Usia Pendidikan Menengah
Tidak
semua kelompok usia 13-18 tahun telah mengenyam pendidikan sekolah menengah
tingkat pertama (SMTP) maupun sekolah menengah atas (SMTA). Seperti diketahui
sistem pendidikan persekolahan tidak selalu dirancang untuk menghasilkan
lulusan yang yan siap kerja.
Dalam
hubungan ini, pendidikan luar sekolah dapat berperan sebagai pengganti,
pelengkap atau penambah program pendidikan persekolahan. Dengan cara mendidik
keterampilan dan paket B yang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.
b.
Berdasarkan
jenis kelamin
Menurut
daftar statistik, ternyata jumlah wanita lebih banyak dari pada pria. Meskipun
demikian, partisipasi wanita masih kurang dalam peningkatan produksi atau
pendidikan sosial, ekonomi yang dilaksanakan bersama dengan pria. Mengingat
bahwa wanita lebih berperan dalam kegiatan kesejahteraan keluarga, partisipasi
wanita dalam hal ini perlu ditingkatkan lagi. Program pendidikan luar sekolah
yang sangat menonjol dalam kegiatan itu ialah : program PKK, KB dan sebagainya.
Sistem penyampaian dapat dilakukan
dengan menggunakan:
1)
Kelompok,
organisasi clan lembaga yang ada dalam masyarakat,
2)
Mekanisme
sosial, budaya seperti perlombaan clan pertandingan,
3)
Kesenian
tradisional seperti wayang, ludruk, dagelan, maupun teknologi modern seperti :
TV, film majalah, dan surat kabar.
4)
Prasarana
dan sarana seperti : balai desa, masjid, gereja sekolah, alat perlengkapan
belajar, dan alat perlengkapan kerja.
Dari segi kelembagaan
Yang
dimaksud dengan pelambangan program ialah keseluruhan proses mengintegrasikan
antara pendidikan luar sekolah dan pembangunan masyarakat lainnya seperti :
a.
Program
antar sekolah dan swadaya masyarakat, misalnya program pembinaan kesejahteraan
keluarga (PKK), program keterampilan wanita (PKW).
b.
Koordinasi
pelaksanaan dan perencanaan proram pembangunan.
c.
Tenaga
penggerak di tingkat pusat, provinsi, kabupaten, kotamadya, kecamatan dan desa
(pemerintah dan swasta).
5.
PROGRAM KERJA PLS
Dengan
mengacu pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pasal 26 ayat (4),
tercantum bahwa satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga
pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, majelis taklim,
serta satuan pendidikan yang sejenis.
1.
Kursus
Istilah
kursus merupakan terjemahan dari “Course” dalam bahasa inggris, yang secara
harfiah berarti “mata pelajaran atau rangkaian mata pelajaran”. Dalam PP No. 73
tahun 1991 dijelaskan bahwa kursus adalah satuan pendidikan luar sekolah yang
terdiri atas sekumpulan warga masyarakat yang memberikan pengetahuan
keterampilan dan sikap mental tertentu bagi warga belajar.
Menurut Artasasmita (1985), kursus adalah
sebagai mata kegiatan pendidikan yang berlangsung di dalam masyarakat yang
dilakukan secara sengaja, terorganisir, dan sistematik untuk memberikan materi
pelajaran tertentu kepada orang dewasa atau remaja dalam waktu yang relative
singkat agar mereka memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dapat
dimanfaatkan untuk mengembangkan diri dan masyarakat.
Contoh: kursus menjahit, kursus
computer, kursus kecantikan, dan lain-lain.
2.
Pelatihan
Pelatihan
adalah kegiatan atau pekerjaan melatih untuk memperoleh kemahiran atau
kecakapan, pelatihan berkaitan dengan pekerjaan. Adanya program pelatihan yang
terencana dengan baik dan sistematis merupakan cara utama untuk membiasakan
atau memberikan kecakapan kepada individu agar dia terampil mengerjakan
pekerjaannya.
Menurut
Artasasmita (1985), pelatihan adalah “kegiatan pendidikan yang dilaksanakan
dengan sengaja, terorganisir dan sistematis di luar sistem persekolahan untuk
memberikan dan meningkatkan suatu pengetahuan dan keterampilan tertentu kepada
kelompok tenaga kerja tertentu dalam waktu yang relative singkat dengan
mengutamakan praktek daripada teori, agar mereka memperoleh pengetahuan, sikap
dan keterampilan dalam memahami dan melaksanakan suatu pekerjaan tertentu dengan
cara yang efisien dan efektif.
Contoh: pelatihan kepemimpinan,
pelatiahan tutor, pelatihan metode pembelajaran, dan lain-lain.
3.
Kelompok
Belajar
Kelompok
belajar yaitu salah satu wadah dalam rangka membelajarkan masyarakat. Menurut
Zaenudin (1985), kelompok belajar adalah upaya yang dilakukan secara sadar dan
berencana melalui bekerja dan belajar dalam kelompok belajar untuk mencapai
suatu kondisi yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi sekarang.
Contoh: Kelompok Belajar Paket A,
Kelompok Belajar Paket B, Kelompok Belajar Paket C, Kelompok Belajar Usaha.
4.
Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
Dengan
mengacu kepada pendapat Sihombing (2001), PKBM merupakan tempat belajar yang
dibentuk dari, oleh, dan untuk masyarakat dalam rangka usaha untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, sikap, hobi, dan bakat warga masyarakat.
PKBM
bertitik tolak dari kebermaknaan dan kebermanfaatan program bagi warga belajar
dengan menggali dan memanfaatkan potensi sumber daya manusia dan sumber daya
alam yang ada di lingkungannya.
Melalui
PKBM diharapkan terjadi kegiatan pembelajaran dalam masyarakat dengan
memanfaatkan sarana, prasarana, dan potensi yang ada di sekitar lingkungan
masyarakat, agar masyarakat memiliki kemampuan dan keterampilan yang dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan tarap hidupnya.
Program
pembelajaran yang dapat dilaksanakan di PKBM, diantaranya Kejar Paket A, Kejar
Paket B, Kejar Paket C, KBU, PAUD, Kelompok Pemuda Produktif.
5.
Majelis
Taklim
Majelis
taklim adalah suatu lembaga pendidikan yang dibentuk atas dasar pendekatan dari
kebutuhan masyarakat (bottom up approach), dengan kegiatannya lebih
berorientasi pada keagamaan, khususnya agama Islam. Melalui majelis taklim
dibahas berbagai aspek yang ditinjau dari sudut pandang agama Islam.
6.
Satuan
Pendidikan yang Sejenis
Satuan
pendidikan yang sejenis adalah satuan yang tidak termasuk pada luar satuan yang
sudah dijelaskan di atas. Satuan lainnya di antaranya pesantren, sanggar seni,
TKA/TPA.
Pesantren
adalah lembaga pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan
keagamaan. Pondok pesantren adalah suatu
lembaga keagamaan yang mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama Islam.
Sanggar
seni lebih ditujukan pada tempat kegiatan khusus dalam beraneka seni yang
diikuti anak-anak, remaja, dan orang dewasa. Sementara itu, TKA/TPA yaitu
lembaga pendidikan khusus diperuntukkan bagi anak usia dini dalam bidang
keagamaan, khususnya agama Islam.
7.
Pendidikan
Kecakapan Hidup
Pendidikan kecakapan hidup adalah
kemampuan yang mencakup penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang
saling berinteraksi diyakini sebagai unsur penting untuk lebih mandiri.
Pendidikan kecakapan hidup berpegang pada prinsip belajar untuk memperoleh
pengetahuan (learning to know), belajar untuk berbuat/bekerja (learning to do),
belajar untuk menjadi orang yang berguna (learning to be), dan belajar untuk
hidup bersama dengan orang lain (learning to live together).
Berdasarkan prinsip di atas, pada
dasarnya pendidikan kecakapan hidup bermaksud memberi kepada seseorang bekal
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan fungsional praktis serta perubahan,
keterampilan dan kemampuan fungsional praktis serta perubahan sikap untuk
bekerja dan memanfaatkan peluang yang dimiliki sehingga dapat meningkatkan
kualitas kesejahteraanya.
8.
Pendidikan
Anak Usia Dini
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
adalah pendidikan yang ditujuakan bagi anak usia dini (0-6 tahun) yang
dilakukan pemberian berbagai rangsangan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar memiliki kesiapan dalam memasuki jenjang
pendidikan berikutnya.
Secara umum dari program PAUD
adalah memberikan dukungan bagi kelangsungan hidup dan tumbuh kembangnya anak
usia dini serta meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesadaran orang tua
dan masyarakat akan pentingnya pendidikan bagi anak usia dini.
9.
Pendidikan
Kepemudaan
Pendidikan kepemudaan adalah
program pendidikan yang sasarannya khusus pemuda. Program kepemudaan yang
dikembangkan di Indonesia ini contohnya adalah dengan dibentuknya Kelompok
Usaha Pemuda Produktif (KUPP). Melalui program KUPP diharapkan para pemuda
melalui kemampuan tertentu dalam bidang usaha sehingga dapat meningkatkan taraf
hidupnya.
10. Pendidikan Pemberdayaan Perempuan
Pendidikan
pemberdayaan perempuan diperuntukkan khusus untuk perempuan. Hal ini didasarkan
bahwa masih banyak perempuan yang belum berdaya, padahal mereka memiliki
potensi yang perlu dikembangkan.
11. Pendidikan Keaksaraan
Pendidikan keaksaraan yang
dikembangkan saat ini adalah program keaksaraan fungsional yang pada dasarnya
merupakan suatu pengembangan dari program keaksaraan sebelumnya.
Program
keaksaraan fungsional pada dasarnya
memiliki tujuan:
a.
Meningkatkan
keterampilan membaca, menulis, berhitung dan juga keterampilan berbicara,
berpikir, mendengar dan berbuat;
b.
Memecahkan
masalah kehidupan warga belajar melalui kebiasaannya dalam , menulis, berhitung
dan berbuat;
c.
Menemukan
jalan untuk mendapatkan sumber-sumber kehidupan sehari-hari warga belajar;
d.
Meningkatkan
keberanian warga masyarakat untuk berhubungan dengan lembaga yang berkaitan
dengan kebutuhan belajarnya;
e.
Meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan sikap pembaharuan agar dapat berpartisipasi dalam
perubahan sosial, ekonomi dan kebudayaan di masyarakat;
f.
meningkatkan
kesejahteraan keluarga melalui keterampilan dan kebudayaan di masyarakat.
12. Pendidikan Keterampilan
Program pendidikan
keterampilan ditujukan untuk membekali warga belajar dalam bidang keterampilan
yang dapat dijadikan bekal usaha. Dengan keterampilan yang dimiliki diharapkan
masyarakat dapat meningkatkan kemampuan dirinya untuk peningkatan kesejahteraan
hidupnya.
Program penidikan
keterampilan yang dapat dikembangkan dalam masyarakat adalah:
a. keterampilan dalam
bidang kemampuan bahasa;
b. keterampilan dalam
bidang berumah tangga;
c. keterampilan dalam
bidang penampilan diri;
d. keterampilan dalam
bidang usaha; dan
e. keterampilan dalam
bidang pekerjaan jasa.
13. Pendidikan Kesetaraan
Dalam menyukseskan
program wajib belajar pendidikan dasar (Wajar Dikdas) 9 tahun, pendidikan kesetaraan
melalui pendidikan nonformal mendapat perhatian cukup tinggi. Hal ini terjadi
karena program wajar dikdas 9 tahun tidak hanya bisa ditangani melalui
pendidikan formal saja.
Banyak anak usia
sekolah yang tidak dapat mengikuti pendidikan karena berbagai alasan, di
antaranya tidak ada biaya, harus bekerja membantu orang tua. Mereka terpaksa
putus sekolah baik pada tingkat SD, SLTP maupun SLTA.
Program kesetaraan
yang ada di masyarakat yaitu mencakup: kelompok Belajar (Kejar) Paket A, Kejar
Paket B, dan Kejar Paket C. menurut Zaenudin (2005), Kejar Paket A yaitu suatu
upaya belajar dan bekerja secara sadar dan berencana dalam organisasi kelompk
untuk meningkatkan pendidikan warga belajar, sehingga setara dengan Sekolah
Dasar melalui Paket A sebagai media/bahan belajarnya.
Menurut PP No. 73 Tahun 1991, Kelompok
Belajar Paket B diselenggarakan bagi sekumpulan warga belajar untuk memperoleh
pendidikan setara SLTP. Program Kejar Paket B, yaitu suatu kegiatan
membelajarkan warga masyarakat melalui proses belajar dengan menggunakan buku
Paket B sebagai sarana belajar utama, yang isinya terdiri atas pendidikan dasar
umum dan pendidikan keterampilan untuk mengusahakan mata pencaharian, yang
setara dengan Serkolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) (Juklak Paket B, 1993).
Sementara itu, Kejar Paket C, yaitu suatu kegiatan membelajarkan warga
masyarakat melalui proses belajar yang setara dengan Sekolah Lanjutan Tingkat
Atas (SLTA).
DAFTAR PUSTAKA