Selasa, 19 November 2019

TEORI KURIKULUM

A.    Perkembangan Teori Kurikulum
Pengembangan kurikulum pertama bertolak dari kehidupan dan pekerjaan orang dewasa. Karena sekolah mempersiapkan anak bagi kehidupan orang dewasa, kurikulum terutama isi kurikulum diambil dari kehidupan orang dewasa. Para pengembang kurikulum mendasarkan kurikulumnya atas hasil analisis pekerjaan dan kehidupan orang dewasa. Dalam pengembangan selanjutnya, sumber ini menjadi luas meliputi semua unsur kebudayaan. Manusia adalah makhluk yang berbudaya, hidup dalam lingkungan budaya, dan turut menciptakan budaya. Untuk dapat hidup dalam lingkungan budaya, ia harus mempelajari budaya, maka budaya menjadi sumber utama isi kurikulum. Budaya ini mencakup semua disiplin ilmu yang telah ditemukan dan dikembangkan para pakar, nilai-nilai adat-istiadat, perilaku, benda-benda, dan lain-lain.
Sumber lain penyusunan kurikulum adalah anak. Dalam pendidikan atau pengajaran, yang belajar adalah anak. Pendidikan atau pengajaran bukan memberikan sesuatu pada anak, melainkan menumbuhkan potensi- potensi yang telah ada pada anak. Anak menjadi sumber kegiatan pengajaran, ia menjadi sumber kurikulum. Ada tiga pendekatan terhadap anak sebagai sumber kurikulum, yaitu kebutuhan siswa, perkembangan siswa, serta minat siswa. Jadi, ada pengembangan kurikulum bertolak dari kebutuhan-kebutuhan siswa, tingkat-tingkat perkembangan siswa, serta hal-hal yang diminati siswa.
Terakhir yang menjadi sumber penentuan kurikulum adalah kekuasaan sosial-politik. Di Amerika Serikat pemegang kekuasaan sosial-politik yang menentukan kebijaksanaan dalam kurikulum adalah board of local education yang mewakili negara bagian. Di Indonesia, pemegang kekuasaan sosialpolitik dalam penentuan kurikulum adalah Menteri Pendidikan Nasional yang dalam pelaksanaannya dilimpahkan kepada Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah serta Dirjen Pendidikan Tinggi bekerja sama dengan Balitbang Diknas atau kalau di Departemen Agama dalam pelaksanaannya dilimpahkan kepada Direktur Pendidikan Madrasah dan Ditperta atau Dirjen Pendidikan Islam yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri Agama. Dengan adanya Disentralisasi, maka disinilah masing-masing lembaga atau daerah mempunyai otoritas dalam penyusunan kurikulum.
Perkembangan teori kurikulum tidak lepas dari sejarah perkembangannya,yang dimulai pada tahun 1890 oleh Charles dan Mc Murry, tetapi secara definitive berawal dari hasil karya Franklin Babbit tahun 1918, ia memandang bahwa inti teori kurikulum itu sederhan, yaitu kehidupan manusia. kehidupan manusia meskipun berbeda-beda pada dasarnya sama, terbentuk oleh sejumlah kecakapan pekerjaan. pendidikan berupaya mempersiapkan kecakapan-kacakapan tersebut dengan teliti dan sempurna. Kecakapan-kecakapan yang harus dikuasai untuk terjun dalam kehidupan sangat bermacam-macam, bergantung pada tingkatnya maupun jenis lingkunagannya.Setiap tingkatan dan lingkungan kehidupan menuntut pengusaan pengetahuan, ketrampilan, sikap, kebiasaan, apresiasi tertentu.Hal-hal tersebut merupakan tujuan kurikulum.
Werret  W. Charles setuju dengan konsep Bobbit tentang analisis kecakapan/pekerjaan sebagai dasar penyusunan kurikulum. Charles lebih menekankan pada pendidikan vokasional.
Ada 2 hal yang sama dari teori kurikulum, teori Bobbit dan Charles yaitu:
1.      Keduanya setuju atas penggunaan teknik ilmiah dalam memecahkan masalah-masalah kurikulum. Dalam hal ini mereka dipengaruhi oleh gerakan ilmiah dalam pendidikan yang dipelopori oleh E.L. Thorndike, Charles Judd, dan lain-lain.
2.      Keduanya bertolak pada asumsi bahwa sekolah berfungsi mempersiapkan anak bagi kehidupan sebagai orang dewasa. Untuk mecapai hal tersebut perlu analisis tentang tugas-tugas dan tuntutan dalam kurikulum disusun ketrampilan, pengetahuan, sikap, nilai, dan lain-lain yang diperlukan agar dapat berpartisipasi dalam kehidupan orang dewasa. Bertolak pada hal-hal tersebut mereka menyusun kurikulum secara lengkap dalam bentuk yang sisitematis.
Mulai tahun 1920, karena pendidikan mengalami perkembangan yang pesat, berkembanglah gerakan pendidikan yang berpusat pada anak, sehingga teori kurikulum menekankan pada kehidupan psikologi anak.
Perkembangan teorikurikulum selanjutnya dibawakan oleh Hollis Caswell, ia mengembangakan konsep kurikulum yang berpusat pada masyarakat atau pekerjaan maka Caswell mengembangkan kurikulum yang bersifat intekatif.
Pada tahun 1947 di Universitas Chicago berlangsung diskusi besar pertama tentang teori kurikulum, yang menghasilkan 3 hal tugas utama dalam teori kurikulum yaitu:
1.      Mengidentifikasi masalah-masalah penting yang muncul dalam pengembangan kurikulum dan konsep-konsep yang mendasarinya
2.      Menentukan hubungan antara masalah-masalah tersebut dengan struktur yang mendukungnya
3.      Mencari atau meramalkan pendekatan-pendekatan pada masa yang akan datang untuk memecahkan masalah tersebut
Kemudian pada tahun 1949, Ralph W. Tylor mengemukakan 4 pertanyaan pokok yang menjadi inti kajian kurikulum yaitu:
1.      Tujuan pendidikan yang manakah yang ingin dicapai oleh sekolah?
2.      Pengalaman pendidikan yang bagaimanakah yang harus disediakan untuk mencapai tujuan tersebut?
3.      Bagaimana mengorganisasikan pengalaman pendidikan tersebut secara efektif?
4.      Bagaimana kita menentukan bahwa tujuan tersebut telah tercapai?
Perkembangan teori kurikulum selanjutnya pada tahun 1963 saat konferensi nasional perhimpunan pengembang dan pengawas kurikulum yang membahas 2 makalah penting dari George A. Beachamp dan Othanel Smith, menurut pandangannya yang pertama, teori kurikulum secara konseptual berhubungan erat dengan pengembangan teori dari ilmu lain, kedua ia berpendapat bahwa peranan filsafat dalam pengembangan teori kurikulum yang bersifat ilmiah.
Pada tahun 1964 James B. Mac Donald melihat teori kurikulum dari model sistem dalam persekolahan, yaitu kurikulum, pengajaran, mengajar dan belajar.
Secara garis besar, menurut Beachamp merangkum perkembangan teori kurikulum antara tahun 1960-1965.Ia mengidentifikasi adanya 6 komponen kurikulum, yaitu landasan kurikulum, isi kurikulum, desain kurikulum, rekayasa kurikulum evaluasi dan penelitian, dan pengembangan teori.
Pada tahun 1966 Thomas L. Faix menggunakan analisis structural-fungsional yang berasal dari biolofi, sosiologi, dan antropologi untuk menjelaskan konsep kurikulum, menuturnya bahwa fungsi kurikulum dilukiskan sebagai proses bagaimana memeliharan dan mengembangkan strukturnya.
Menurut Mauritz Johnson pada tahun 1967 mengemukakan bahwa kurikulum merupakan hasil dari sistem pengembangan kurikulum, tetapi sistem pengembangan bukan kurikulum. Kemudian, pada tahun yang sama Jack R. Frymier mengemukakan 3 unsur darar kurikulum, yaitu actor, artifak dan pelaksanaan.
B.     Macam-macam Teori Kurikulum
Teori kurikulum dapat digunakan untuk melukiskan, menjelaskan, dan meramalkan hal yang harus dilakukan atau kemungkinan baru yang akan terjadi. Disamping itu, teori kurikulum juga mengadakan analisis tentang keadaan pendidikan dan dampaknya terhadap masyarakat luas.
Menurut Pinar teori kurikulum dapat di klasifikasikan atas teori tradisionalis, konseptualis-empiris, dan rekonseptualis.Teori tradisionalis adalah teori yang mementingkan transmisi sejumlah pengetahuan dan pengembangan kebudayaan agar fungsi masyarakat berjalan sebagaimana mestinya. Teori konseptualis-empiris adalah teori kurikulum yang menerapkan metode penelitian dalam sains untuk menghasilkan generalisasi yang memungkinkan pendidik untuk meramalkan dan mengendalikan apa yang terjadi di sekolah. Sedangkan teori rekonseptualis adalah teori yang menekankan pada pribadi, pengalaman eksistensial dan interpretasi hidup untuk melukiskan perbedaan dalam masyarakat.
Ahli lain  yaitu Glatthorn mengklarifikasikan teori kurikulum berdasarkan pada ranah penyelidikan kurikulum sehingga teori ini dapat dikelompokan menjadi:
1.      Teori yang berorientasi pada struktur
Teori ini berkaitan dengan usaha untuk menganalisis komponen-komponen kurikulum dan hubungan antar komponen tersebut.Tujuanya adalah untuk memberikan kejelasan interaksi atau hubungan komponen kurikulum dengan lingkungan.Teori ini menjelaskan fenomena kurikulum pada tingkat makro (global) dan mikro (lembaga).
2.      Teori yang berorientasi pada nilai
Teori ini didukung oleh para rekonseptualis yang membahas masalah kemanusiaan.Analisis teori ini didasarkan atas analisis nilai yang bersifat kritis.Tujuan pendidikan menurut teori ini adalah untuk memperlancar perkembangan individu secara otonom dalam mewujudkan dirinya.Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha moral untuk merefleksikan nilai-nilai yang ditanamkan.
3.      Teori yang berorientasi pada bahan
Sesuai dengan orientasinya, teori ini berkaitan dengan pemilihan dan pengorganisasian bahan-bahan kurikulum.Semua kegiatan pendidikan terpusat pada anak. Dalam perkembanganya dikenal ada tiga jenis kurikulum yang terpusat pada pada anak, yaitu:
a.       Pendidikan efektif, yaitu pendidikan yang mengutamankan perkembangan perasaan dan nilai pada anak. Guru dalam pendidikan efektif berperan sebagai fasilitator dan pembangkit minat belajar anak.
b.       Pendidikan terbuka, yaitu pendidikan yang mengutamakan perkembangan sosial-kognitif anak melalui eksplorasi, kegiatan dan pertemuan informal. Guru dalam pendidikan ini berfungsi sebagai penasihat, motivator dan fasilitator.
c.       Pendidikan perkembangan, yaitu pendidikan  yang mengutamakan tingkat perkembangan anak untuk menentukan status, bahan dan sekuens. Guru dalam pendidikan ini berperan sebagai penyelaras kurikulum yang memperlancar perkembangan anak.
4.      Teori yang berorientasi pada proses.
Teori ini menitikberatkan pada proses perkembangan kurikulum, mengadakan analisis sistem dan mengadakan pengkajian strategi unsur pembentukan kurikulum.


Ahid, Nur, 2006, Konsep dan Teori Kurikulum dalam Dunia Pendidikan, Vol. 1, No. 1,

1 komentar:

  1. Paddy Power Casino - Mapyro
    Find the location of 대구광역 출장마사지 Paddy 포항 출장안마 Power Casino, located 익산 출장안마 in Shreemant Hill, Co. in Shreemant, in Mmriblou, 남원 출장안마 Co. 밀양 출장마사지 Rating: 4.9 · ‎3 votes

    BalasHapus

EVALUASI KURIKULUM

A.            Pengertian Evaluasi Kurikulum              Pemahaman mengenai pengertian evaluasi kurikulum dapat berbeda-beda sesuai deng...