Senin, 04 September 2017

KONSEP DASAR PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH



NAMA           :IMA SOFIA RAHMA
UNIVERSITAS SILIWANGI

            TUGAS KONSEP DASAR PLS

1.      PENGERTIAN PLS
              Menurut Ensiklopedia, Pendidikan Luar Sekolah ialah penddikan yang diselenggarakan untuk membelajarkan masyarakat dan anak-anak yang putus sekolah atau yang sama sekali tidak mengenyam pendidikan formal agar mempunyai keterampilan, pengetahuan dan juga pengalaman yang dilaksanakan diluar pendidikan formal. Bisa diartikan juga bahwa PLS ialah pendidikan yang didalamnya mempelajari tentang masalah-masalah yang biasanya terjadi di kalangan masyarakat, seperti rendahnya kualitas pendidikan, pemberdayaan masyarakat yang masih terbatas, pendapatan masyarakat yang masih kurang karena hanya mengandalkan satu mata pencaharian, dan masih banyak lagi permasalahan-permasalahan yang harus segera dicari solusinya.

2.      SEJARAH PERKEMBANGAN PLS
              Pendidikan luar sekolah sudah hadir di Indonesia sejak lama bahkan sebelum masa kemerdekaan, hanya saja pengakuan yuridis baru didapatkan pada tahun 1989 yaitu setelah adanya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Di dalam undang-undang ini terkandung memberi pelayanan pendidikan sepanjang hayat bagi seluruh warga masyarakat tanpa membedakan usia, kelamin, suku, agama, budaya dan lingkungan. Pendidikan luar sekolah ini di dalam Peraturan Pemerintah No. 73/1991 bertujuan untuk melayani warga belajar supaya dapat tumbuh dan berkembang sedini mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu pendididkannya, memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan sekolah.
Agar tujuan tersebut dapat tercapai dibutuhkan program-program pendidikan luar sekolah yang dapat menunjang hal tersebut. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang program pendidikan luar sekolah akan dibahas dalam makalah ini.

3.      TOKOH-TOKOH PLS
              Berikut ialah tokoh-tokoh PLS yang ada diseluruh dunia:
a. Philip H. Coombs (1963)
              Philip H. Coombs mengatakan, akibat pertambahan penduduk yang makin pesat untuk memperoleh kesempatan pendidikan sehingga menyebabkan beban yang harus dipikul oleh pendidikan formal semakin berat, sumber-sumber yang digunakan untuk pendidikan kurang memadai sehingga pendidikan formal mengalami hambatan untuk merespon secara tepat terhadap pertumbuhan dan perkembangan masyarakat, kelambatan sistem pendidikan formal untuk menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi di luar pendidikan serta kelemahan masyarakat tersendiri dalam memanfaatkan lembaga dan lulusan pendidikan formal sehingga jurang perbedaan antara jumlah dan kemampuan para lulusan dengan lapangan kerja makin bebas.

b. Ivan Illich (1972)
              Ivan Illich (1972) mengatakan, sekolah memonopoli pendidikan dan lebih menitik beratkan produknya berupa lulusan yang hanya didasarkan atas hasil penelitian dengan menggunakan angka-angka dan ijazah, mengaburkan makna belajar dan mengajar, jenjang pendidikan dan tingkat kemampuan serta pemilikan ijazah dan kemampuan lulusan untuk berprestasi dan berinovasi, proses pendidikan dinominasi oleh guru dan pada gilirannya merampas harga diri peserta didik yang akan mengakibatkan lemahnya ketahanan pribadi peserta didik (kurangnya sikap kreatif dan kritis serta adanya rasa ketidakbebasan untuk mengembangkan kemampuan diri sesuai dengan potensi yang mereka miliki) serta tumbuhnya ketergantungan peserta didik kepada pihak lain yang dianggap lebih berkuasa.

c. Paulo Freire
              Paulo Freire mengatakan, sepanjang adanya kelompok yang menekan dan kelompok yang merasa tertekan dalam suatu masyarakat yang tidak mungkin bisa berkembang secara demokratis, kreatif dan dinamis, ketidakberhasilan sekolah untuk mengembangkan situasi pembelajaran yang memberi kemampuan kepada peserta didik untuk berpikir kritis sehingga mereka dapat mengenali, menganalisis dan memecahkan masalah yang timbul dalam dunia kehidupannya, situasi pembelajaran di sekolah pada umumnya tidak mengembangkan dialog antara pendidik dan peserta didik, tidak saling belajar dan sekolah lebih menekankan hubungan vertical antara guru dan dosen serta belajar mengajar di sekolah lebih didominasi oleh guru yang cenderung berperan sebagai penekan (oppressor) sedangkan peserta didik cenderung berada dalam situasi tertekan (oppressed).

d. Carl Rogers (1961)
              Carl Rogers mengatakan, bahwa proses pembelajaran pendidikan nonformal berpusat pada guru.

e. Abraham H. Maslaw (1954)
              Abraham H. Maslaw mengatakan, bahwa tarap kehidupan peserta didik akan terus meningkat apabila dalam dirinya telah berkembang kemampuan untuk mengenali kenyataan diri melalui interaksi dengan lingkungan melalui penggunaan cara-cara baru.

f. Jerome S. Bruner (1966)
              Jerome S. Bruner mengatakan, adanya dorongan yang tumbuh dari dalam diri peserta didik, adanya kebebasan peserta didik untuk memilih dan berbuat dalam kegiatan belajar, serta peserta didik tidak merasa terikat oleh pengaruh ganjaran dan hukuman yang datang dari luar dirinya yaitu dari guru.

g. B. F. Skinner (1968)
              B. F. Skinner mengatakan, bahwa pada umumnya kegiatan pembelajaran yang dilakukan dalam pendidikan tidak didasarkan atas perkembangan lingkungan, kegiatan pembelajaran lebih didominasi oleh pendidik dan bukan oleh bahan dan cara belajar, serta peserta didik dan lulusan kurang tangkap terhadap kenyataan dan masalah yang terdapat dalam lingkungannya.

h. Malcolm S. Knowles (1977)
              Malcolm S. Knowles menggabungkan teori psikologi dan pendekatan sistem untuk mengembangkan proses pembelajaran dan beranggapan bahwa, setiap peserta didik memiliki kebutuhan psikologi untuk mengarahkan diri supaya diakui oleh masyarakat, kegiatan belajar yang tepat ialah kegiatan yang melibatkan setiap peserta didik untuk alternatif jawaban terhadap pertanyaan atau masalah, peserta didik dapat mengarahkan dirinya sendiri untuk menemukan dan melakukan kegiatan yang tepat dalam memenuhi kebutuhan belajarnya. Faktor penyebabnya dikarenakan oleh sikap kaku yang terdapat pada pendidikan formal itu sendiri yang lamban untuk melakukan inovasi atau menyerap hal-hal yang baru datang dari luar sistemnya, orientasi terhadap pendidikan terhadap aturan-aturan yang ditetapkan oleh birokrat atas lebih kuat dibandingkan dengan orientasinya terhadap kenyataan yang terdapat di luar sistem termasuk ke dalam kepentingan kehidupan para siswa.

4.       Ruang Lingkup Pendidikan Luar Sekolah

              Ruang lingkup pendidikan luar sekolah menyangkut berbagai aspek kehidupan dari berbagai usia, tempat dan kebutuhan. Ruang lingkup pelayanan pendidikan luar sekolah menjangkau keseluruhan kegiatan pelayanan pendidikan di luar sekolah pelayanan diselenggarakan oleh pendidikan di luar persekolah. Pendidikan luar sekolah tidak hanya dilakukan oleh pemerintah/ departemen, tapi juga dilaksanakan oleh seluruh masyarakat yang mampu membimbing dan melaksanakannya.

              Ruang lingkup pendidikan luar sekolah dapat ditinjau dari beberapa segi seperti : Pelayanan, pranata, Pelambangan Program. Ketiga segi itu sebagai berikut :

Dari segi pelayanan

a.        Berdasarkan usia

Usia Persekolahan
              Upaya  peralatan pendidikan yang berhubungan dengan anak usia berhubunga antara lain adalah: tempat penitipan anak, dan kelompok sepermainan. Lembaga-lembaga pendidikan semacam ini juga termasuk lembaga pendidikan luar sekolah. Fungsi lembaga tersebut berbeda dengan fungsi taman kanak-kanak yang merupakan persiapan untuk memasuki sekolah dasar.

Usia Pendidikan Dasar
              Pada saat sekarang ini wajib belajar 9 tahun bagi anak-anak usia 7-12 tahun, walau demikian masih banyak anak-anak usia sekolah yang belum tertampung di sekolah Dasar. Oleh karena itu pendidikan luar sekolah mempunyai peranan yang penting untuk merealisasikan tujuan pendidikan yang belum dapat tercapai sepenuhnya melalui pendidikan persekolahan. Oleh karena itu pendidikan luar sekolah mengadakan pelaksanaan wajib belajar 9 tahun, dengan cara program paket A.


Usia Pendidikan Menengah
              Tidak semua kelompok usia 13-18 tahun telah mengenyam pendidikan sekolah menengah tingkat pertama (SMTP) maupun sekolah menengah atas (SMTA). Seperti diketahui sistem pendidikan persekolahan tidak selalu dirancang untuk menghasilkan lulusan yang yan siap kerja.

              Dalam hubungan ini, pendidikan luar sekolah dapat berperan sebagai pengganti, pelengkap atau penambah program pendidikan persekolahan. Dengan cara mendidik keterampilan dan paket B yang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.

b.      Berdasarkan jenis kelamin

              Menurut daftar statistik, ternyata jumlah wanita lebih banyak dari pada pria. Meskipun demikian, partisipasi wanita masih kurang dalam peningkatan produksi atau pendidikan sosial, ekonomi yang dilaksanakan bersama dengan pria. Mengingat bahwa wanita lebih berperan dalam kegiatan kesejahteraan keluarga, partisipasi wanita dalam hal ini perlu ditingkatkan lagi. Program pendidikan luar sekolah yang sangat menonjol dalam kegiatan itu ialah : program PKK, KB dan sebagainya.

Sistem penyampaian dapat dilakukan dengan menggunakan:

1)      Kelompok, organisasi clan lembaga yang ada dalam masyarakat,
2)      Mekanisme sosial, budaya seperti perlombaan clan pertandingan,
3)      Kesenian tradisional seperti wayang, ludruk, dagelan, maupun teknologi modern seperti : TV, film majalah, dan surat kabar.
4)      Prasarana dan sarana seperti : balai desa, masjid, gereja sekolah, alat perlengkapan belajar, dan alat perlengkapan kerja.

Dari segi kelembagaan
              Yang dimaksud dengan pelambangan program ialah keseluruhan proses mengintegrasikan antara pendidikan luar sekolah dan pembangunan masyarakat lainnya seperti :

a.       Program antar sekolah dan swadaya masyarakat, misalnya program pembinaan kesejahteraan keluarga (PKK), program keterampilan wanita (PKW).
b.      Koordinasi pelaksanaan dan perencanaan proram pembangunan.
c.       Tenaga penggerak di tingkat pusat, provinsi, kabupaten, kotamadya, kecamatan dan desa (pemerintah dan swasta).

5.      PROGRAM KERJA PLS
              Dengan mengacu pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pasal 26 ayat (4), tercantum bahwa satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.

1.      Kursus
              Istilah kursus merupakan terjemahan dari “Course” dalam bahasa inggris, yang secara harfiah berarti “mata pelajaran atau rangkaian mata pelajaran”. Dalam PP No. 73 tahun 1991 dijelaskan bahwa kursus adalah satuan pendidikan luar sekolah yang terdiri atas sekumpulan warga masyarakat yang memberikan pengetahuan keterampilan dan sikap mental tertentu bagi warga belajar.
                Menurut Artasasmita (1985), kursus adalah sebagai mata kegiatan pendidikan yang berlangsung di dalam masyarakat yang dilakukan secara sengaja, terorganisir, dan sistematik untuk memberikan materi pelajaran tertentu kepada orang dewasa atau remaja dalam waktu yang relative singkat agar mereka memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan diri dan masyarakat.
Contoh: kursus menjahit, kursus computer, kursus kecantikan, dan lain-lain.

2.      Pelatihan
              Pelatihan adalah kegiatan atau pekerjaan melatih untuk memperoleh kemahiran atau kecakapan, pelatihan berkaitan dengan pekerjaan. Adanya program pelatihan yang terencana dengan baik dan sistematis merupakan cara utama untuk membiasakan atau memberikan kecakapan kepada individu agar dia terampil mengerjakan pekerjaannya.
              Menurut Artasasmita (1985), pelatihan adalah “kegiatan pendidikan yang dilaksanakan dengan sengaja, terorganisir dan sistematis di luar sistem persekolahan untuk memberikan dan meningkatkan suatu pengetahuan dan keterampilan tertentu kepada kelompok tenaga kerja tertentu dalam waktu yang relative singkat dengan mengutamakan praktek daripada teori, agar mereka memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam memahami dan melaksanakan suatu pekerjaan tertentu dengan cara yang efisien dan efektif.
Contoh: pelatihan kepemimpinan, pelatiahan tutor, pelatihan metode pembelajaran, dan lain-lain.

3.      Kelompok Belajar
              Kelompok belajar yaitu salah satu wadah dalam rangka membelajarkan masyarakat. Menurut Zaenudin (1985), kelompok belajar adalah upaya yang dilakukan secara sadar dan berencana melalui bekerja dan belajar dalam kelompok belajar untuk mencapai suatu kondisi yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi sekarang.
Contoh: Kelompok Belajar Paket A, Kelompok Belajar Paket B, Kelompok Belajar Paket C, Kelompok Belajar Usaha.

4.      Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
              Dengan mengacu kepada pendapat Sihombing (2001), PKBM merupakan tempat belajar yang dibentuk dari, oleh, dan untuk masyarakat dalam rangka usaha untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap, hobi, dan bakat warga masyarakat.
              PKBM bertitik tolak dari kebermaknaan dan kebermanfaatan program bagi warga belajar dengan menggali dan memanfaatkan potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada di lingkungannya.
              Melalui PKBM diharapkan terjadi kegiatan pembelajaran dalam masyarakat dengan memanfaatkan sarana, prasarana, dan potensi yang ada di sekitar lingkungan masyarakat, agar masyarakat memiliki kemampuan dan keterampilan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan tarap hidupnya.
              Program pembelajaran yang dapat dilaksanakan di PKBM, diantaranya Kejar Paket A, Kejar Paket B, Kejar Paket C, KBU, PAUD, Kelompok Pemuda Produktif.
5.      Majelis Taklim
              Majelis taklim adalah suatu lembaga pendidikan yang dibentuk atas dasar pendekatan dari kebutuhan masyarakat (bottom up approach), dengan kegiatannya lebih berorientasi pada keagamaan, khususnya agama Islam. Melalui majelis taklim dibahas berbagai aspek yang ditinjau dari sudut pandang agama Islam.

6.      Satuan Pendidikan yang Sejenis
              Satuan pendidikan yang sejenis adalah satuan yang tidak termasuk pada luar satuan yang sudah dijelaskan di atas. Satuan lainnya di antaranya pesantren, sanggar seni, TKA/TPA.
              Pesantren adalah lembaga pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan keagamaan. Pondok  pesantren adalah suatu lembaga keagamaan yang mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama Islam.
              Sanggar seni lebih ditujukan pada tempat kegiatan khusus dalam beraneka seni yang diikuti anak-anak, remaja, dan orang dewasa. Sementara itu, TKA/TPA yaitu lembaga pendidikan khusus diperuntukkan bagi anak usia dini dalam bidang keagamaan, khususnya agama Islam.

7.      Pendidikan Kecakapan Hidup
              Pendidikan kecakapan hidup adalah kemampuan yang mencakup penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang saling berinteraksi diyakini sebagai unsur penting untuk lebih mandiri. Pendidikan kecakapan hidup berpegang pada prinsip belajar untuk memperoleh pengetahuan (learning to know), belajar untuk berbuat/bekerja (learning to do), belajar untuk menjadi orang yang berguna (learning to be), dan belajar untuk hidup bersama dengan orang lain (learning to live together).
               Berdasarkan prinsip di atas, pada dasarnya pendidikan kecakapan hidup bermaksud memberi kepada seseorang bekal pengetahuan, keterampilan dan kemampuan fungsional praktis serta perubahan, keterampilan dan kemampuan fungsional praktis serta perubahan sikap untuk bekerja dan memanfaatkan peluang yang dimiliki sehingga dapat meningkatkan kualitas kesejahteraanya.
8.      Pendidikan Anak Usia Dini
              Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah pendidikan yang ditujuakan bagi anak usia dini (0-6 tahun) yang dilakukan pemberian berbagai rangsangan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar memiliki kesiapan dalam memasuki jenjang pendidikan berikutnya.
               Secara umum dari program PAUD adalah memberikan dukungan bagi kelangsungan hidup dan tumbuh kembangnya anak usia dini serta meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesadaran orang tua dan masyarakat akan pentingnya pendidikan bagi anak usia dini.
9.      Pendidikan Kepemudaan
              Pendidikan kepemudaan adalah program pendidikan yang sasarannya khusus pemuda. Program kepemudaan yang dikembangkan di Indonesia ini contohnya adalah dengan dibentuknya Kelompok Usaha Pemuda Produktif (KUPP). Melalui program KUPP diharapkan para pemuda melalui kemampuan tertentu dalam bidang usaha sehingga dapat meningkatkan taraf hidupnya.
10.  Pendidikan Pemberdayaan Perempuan
               Pendidikan pemberdayaan perempuan diperuntukkan khusus untuk perempuan. Hal ini didasarkan bahwa masih banyak perempuan yang belum berdaya, padahal mereka memiliki potensi yang perlu dikembangkan.

11.  Pendidikan Keaksaraan
              Pendidikan keaksaraan yang dikembangkan saat ini adalah program keaksaraan fungsional yang pada dasarnya merupakan suatu pengembangan dari program keaksaraan sebelumnya.
Program keaksaraan fungsional pada  dasarnya memiliki tujuan:
a.       Meningkatkan keterampilan membaca, menulis, berhitung dan juga keterampilan berbicara, berpikir, mendengar dan berbuat;
b.      Memecahkan masalah kehidupan warga belajar melalui kebiasaannya dalam , menulis, berhitung dan berbuat;
c.       Menemukan jalan untuk mendapatkan sumber-sumber kehidupan sehari-hari warga belajar;
d.      Meningkatkan keberanian warga masyarakat untuk berhubungan dengan lembaga yang berkaitan dengan kebutuhan belajarnya;
e.       Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap pembaharuan agar dapat berpartisipasi dalam perubahan sosial, ekonomi dan kebudayaan di masyarakat;
f.       meningkatkan kesejahteraan keluarga melalui keterampilan dan kebudayaan di masyarakat.


12.  Pendidikan Keterampilan
        Program pendidikan keterampilan ditujukan untuk membekali warga belajar dalam bidang keterampilan yang dapat dijadikan bekal usaha. Dengan keterampilan yang dimiliki diharapkan masyarakat dapat meningkatkan kemampuan dirinya untuk peningkatan kesejahteraan hidupnya.
        Program penidikan keterampilan yang dapat dikembangkan dalam masyarakat adalah:
a.    keterampilan dalam bidang kemampuan bahasa;
b.    keterampilan dalam bidang berumah tangga;
c.    keterampilan dalam bidang penampilan diri;
d.    keterampilan dalam bidang usaha; dan
e.    keterampilan dalam bidang pekerjaan jasa.

13.  Pendidikan Kesetaraan
        Dalam menyukseskan program wajib belajar pendidikan dasar (Wajar Dikdas) 9 tahun, pendidikan kesetaraan melalui pendidikan nonformal mendapat perhatian cukup tinggi. Hal ini terjadi karena program wajar dikdas 9 tahun tidak hanya bisa ditangani melalui pendidikan formal saja.
        Banyak anak usia sekolah yang tidak dapat mengikuti pendidikan karena berbagai alasan, di antaranya tidak ada biaya, harus bekerja membantu orang tua. Mereka terpaksa putus sekolah baik pada tingkat SD, SLTP maupun SLTA.
        Program kesetaraan yang ada di masyarakat yaitu mencakup: kelompok Belajar (Kejar) Paket A, Kejar Paket B, dan Kejar Paket C. menurut Zaenudin (2005), Kejar Paket A yaitu suatu upaya belajar dan bekerja secara sadar dan berencana dalam organisasi kelompk untuk meningkatkan pendidikan warga belajar, sehingga setara dengan Sekolah Dasar melalui Paket A sebagai media/bahan belajarnya.
        Menurut PP No. 73 Tahun 1991, Kelompok Belajar Paket B diselenggarakan bagi sekumpulan warga belajar untuk memperoleh pendidikan setara SLTP. Program Kejar Paket B, yaitu suatu kegiatan membelajarkan warga masyarakat melalui proses belajar dengan menggunakan buku Paket B sebagai sarana belajar utama, yang isinya terdiri atas pendidikan dasar umum dan pendidikan keterampilan untuk mengusahakan mata pencaharian, yang setara dengan Serkolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) (Juklak Paket B, 1993). Sementara itu, Kejar Paket C, yaitu suatu kegiatan membelajarkan warga masyarakat melalui proses belajar yang setara dengan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA).






















DAFTAR PUSTAKA








Tidak ada komentar:

Posting Komentar

EVALUASI KURIKULUM

A.            Pengertian Evaluasi Kurikulum              Pemahaman mengenai pengertian evaluasi kurikulum dapat berbeda-beda sesuai deng...