Selasa, 19 November 2019

EVALUASI KURIKULUM


A.            Pengertian Evaluasi Kurikulum            
Pemahaman mengenai pengertian evaluasi kurikulum dapat berbeda-beda sesuai dengan pengertian kurikulum yang bervariasi menurut para pakar kurikulum. Oleh karena itu penulis mencoba menjabarkan definisi dari evaluasi dan definisi dari kurikulum secara per kata sehingga lebih mudah untuk memahami evaluasi kurikulum.Pengertian evaluasi menurut joint committee, 1981 ialah penelitian yang sistematik atau yang teratur tentang manfaat atau guna beberapa obyek. Purwanto dan Atwi Suparman, 1999 mendefinisikan evaluasi adalah proses penerapan prosedur ilmiah untuk mengumpulkan data yang valid dan reliabel untuk membuat keputusan tentang  suatu program. Rutman and Mowbray 1983 mendefinisikan evaluasi adalah penggunaan metode ilmiah untuk menilai implementasi  dan outcomes suatu program yang berguna untuk proses membuat keputusan. Chelimsky 1989 mendefinisikan evaluasi adalah suatu metode penelitian yang sistematis untuk menilai rancangan, implementasi dan efektifitas suatu program. Dari definisi evaluasi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi adalah penerapan prosedur ilmiah yang sistematis untuk menilai rancangan, implementasi dan efektifitas suatu program.1,2,3Sedangkan  pengertian kurikulum adalah :4
a.       Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Pasal 1 Butir 19 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional);
b.      Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pembelajaran serta metode yang  digunakan sebagai pedoman menyelenggarakan  kegiatan pembelajaran (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 725/Menkes/SK/V/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan di bidang Kesehatan.).
c.       Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi (Pasal 1 Butir 6 Kepmendiknas No. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa);
d.      Menurut Grayson (1978), kurikulum adalah suatu perencanaan untuk mendapatkan keluaran (out- comes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran. Perencanaan tersebut disusun secara terstruktur untuk suatu bidang studi, sehingga memberikan pedoman dan instruksi untuk mengembangkan strategi pembelajaran (Materi di dalam kurikulum harus diorganisasikan dengan baik agar sasaran (goals) dan tujuan (objectives) pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai;e.       Sedangkan menurut Harsono (2005), kurikulum merupakan gagasan pendidikan yang diekpresikan dalam praktik. Dalam bahasa latin, kurikulum berarti track atau jalur pacu. Saat ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program pembelajaran yang terencana dari suatu institusi pendidikan. 
Dari pengertian evaluasi dan kurikulum di atas maka penulis menyimpulkan bahwa pengertian evaluasi kurikulum adalah penelitian yang sistematik tentang manfaat, kesesuaian efektifitas dan efisiensi dari kurikulum yang diterapkan. Atau evaluasi kurikulum adalah proses penerapan prosedur ilmiah untuk mengumpulkan data yang valid dan reliable untuk membuat keputusan tentang kurikulum yang sedang berjalan atau telah dijalankan.
Evaluasi kurikulum ini dapat mencakup keseluruhan kurikulum atau masing-masing komponen kurikulum seperti tujuan, isi, atau metode pembelajaran yang ada dalam kurikulum tersebut.Secara sederhana evaluasi kurikulum dapat disamakan dengan penelitian karena evaluasi kurikulum menggunakan penelitian yang sistematik, menerapkan prosedur ilmiah dan metode penelitian. Perbedaan antara evaluasi dan penelitian terletak pada tujuannya. Evaluasi bertujuan untuk menggumpulkan, menganalisis dan menyajikan data untuk bahan penentuan keputusan mengenai kurikulum apakah akan direvisi atau diganti. Sedangkan penelitian memiliki tujuan yang lebih luas dari evaluasi yaitu menggumpulkan, menganalisis dan menyajikan data untuk menguji teori atau membuat teori baru.1,2,3
Fokus evaluasi kurikulum dapat dilakukan pada outcome dari kurikulum tersebut (outcomes based evaluation) dan juga dapat pada komponen kurikulum tersebut (intrinsic evaluation). Outcomes based evaluation merupakan fokus evaluasi kurikulum yang paling sering dilakukan. Pertanyaan yang muncul pada jenis evaluasi ini adalah “apakah kurikulum telah mencapai tujuan yang harus dicapainya?” dan “bagaimanakah pengaruh kurikulum terhadap suatu pencapaian yang diinginkan?”. Sedangkan fokus evaluasiintrinsic evaluation seperti evaluasi sarana prasarana penunjang kurikulum, evaluasi sumber daya manusia untuk menunjang kurikulum dan karakteristik mahasiswa yang menjalankan kurikulum tersebut.5 


.Langkah-Langkah Evaluasi Kurikulum
       Menilai suatu kurikulum memerlukan perencanaan yang saksama dan sistematis. Ada dua tahap yang biasanya dilakukan dalam menilai suatu kurikulum yakni tahap persiapandan tahap pelaksanaan. Tahap berikutnya adalah tahap pemanfaatan hasil penilaian merupakan tahap tindak lanjut dari penilaian, sehingga tidak dimasukkan kedalam tahap penilaian.(Nana Sudjana:2002)
Tahap Perisapan
Tahap persiapan pada dasarnya ,enentukan apa dan bagaimana penilaian harus dilakukan. Artinya perlu rencana yang jelas mengenai kegiatan penilaian termasuk alat dan sarana yang diperlukan. Ada beberapa langkah yang harus dikerjakan dalam tahap persiapan ini, yakni:(Nana Sudjana:2002)
a.      Menyusun term of reference (TOR) penilaian, sebagai rujukan pelaksanaan penilaian. Dalam TOR ini dijelaskan target dan sarana penilaian, lingkup atau objek yang dinilai alat dan instrument yang digunakan, prosedur dan cara penilaian, organisasi yang menangani peniilaian serta biaya pelaksanaan penilaian.
b.      Klarifikasi,artinya mengadakan penelaahan perangkat evaluasi seperti tujuan yang ingin dicapai, isi penilaian, strategi yang digunakan, sumber data, instrument dan jadwal penilaian.
c.       Uji coba penilaian (try-out), yakni melaksanakan teknik dan prosedur penilaian diluar sampel penilaian. Tijuan utama adalah untuk melihat keterandalan alat-alat penilaian dan melatih tenaga penilai termasuk logistiknya, agar kualiatas data yang kelak akan diperoleh lebih meyakinkan.



Tahap Pelaksanaan
Setelah uji coba dilaksanakan dan perbaikan atau penyempurnaan prosedur, teknik serta instrument penilaian, langkah berikutnya adalah melaksanakan penilaian.Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam tahap pelaksanaan ini antara lain; (Nana Sudjana:2002)
a.      Pengumpulan data di lapangan artinya melaksanakan penilaian melalui instrument yang telah dipersiapkan terhadap sumber data sesuai dengan program yang telah dirncanakan.
b.      Menyusun dan mengolah data hasil penilaian baik data yang dihasilkan berdasarkan persepsi pelaksana kurikulum dan kelompok sasaran kurikulum (siswa) maupun data berdasarkan hasil amatan dan monitoring penilaian.
c.       Menyusun deskripsi kurikulum tersebut, berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari hasil penilaian. Deskripsi tersebut pada hakikatnya adalah melukiskan kurikulum yang seharusnya dilaksanakan serta membandingkannya dengan hasil-hasil penilaian sehingga dapat diketahui kesenjangannya.
d.      Menentukan judgment terhadap deskripsi kurikulum berdasarkan kriteria tertentu yang telah ditentukan. Judgment dapat menggunakan dua macam logika yaknilogika vertical dan horizontal.
e.      Menyusun laporan hasil penilaian termasuk rekomendasi-rekomendasinya, implikasi pemecahan masalah dan tindakan korektif bagi para pengambil keputusan perbaikan/penyempurnaan kurikulum.

F.     Rencana Evaluasi Kurikulum
           Rencana evaluasi  kurikulum menyangkut beberapa aspek pengembangan kurikulum, termasuk sejumlah metode dan teknik yang sering dipakai dalam bidang lain selain bidang pendidikan. Evaluasi ini tidak hanya menggunakan satu atau dua metode saja, melainkan menggunakan berbagai metode evaluasi secara terpadu. Dalam hal ini, evaluasi bersifat terbuka. Metode evaluasi dianggap cocok jika dapat menghasilkan data yang diperlukan untuk mencapai tujuan pendidikan. Evaluasi yang lengkap meliputi cara pengumpulan dan pengolahan data, analisis terpadu, dan laporan kesimpulan evaluasi. Dalam hal ini pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara observasi, wawancara, pemberi kuisioner, dan sebagainya. Omar (2011:262-263)
           Pada saaat pemilihan teknik evaluasi kurikulum, terutama yang berkaitan dengan evaluasi kuantitatif dan evaluasi kualitatif, terdapat beberaapa perbedaan pendapat. Ada pihak yang berpendapat bahwa pemilihan kuantitatif dan kualitatif adalah criteria penilaian keilmiahan evaluasi tersebut. Namun, ada pula pendapat yang menyatakan bahwa evaluasi kurikulum memerlukan seperangkat teknik penilaian dan evaluasi. Dalam hal ini, tidaklah mungkin semua data ditunjukkan dengan angka, karena pada kenyataannya banyak data yang tyerdiri atas pendapat guru, ahli, atau pengembang kurikulum. Menurut pendapat ini, dibandingkan dengan angka-angka, kesimpulan yang brsifat analisis akan lebih bernilai terhadap perbaikan kurikulum. Oleh karena itu, secara umum dapat disimpulkan bahwa teknik kuantitatif dan kualitatif harusdigunakan secara terpadu. Hamalik (2011:263)



BUMI DAN ALAM SEMESTA


  1. Bumi dan Alam Semesta
Alam semesta mencakup tentang mikrokosmos dan makrokosmos. Mikrokosmos adalah benda-benda yang mempunyai ukuran sangat kecil, misalnya atom, elektron, sel, amuba, dan sebagainya. Sedang makrokosmos adalah benda-benda yang mempunyai ukuran yang sangat besar, misalnya bintang, planet, dan galaksi. Manusia sebagai makhluk tuhan yang berakal budi dan sebagai penghuni alam semesta selalu tergoda oleh rasa ingin tahunya, untuk mencari penjelasan tentang makna dari hal-hal yang di amati. Dengan diperolehnya berbagai pesan dan beraneka ragam cahaya dari benda-benda langit yang sampai di bumi, timbullah beberapa teori yang mengungkapkan tentang terbentuknya alam semesta. Teori tersebut di kelompokkan menjadi :
  1. Teori Keadaan Tetap (steady-state theory)
Teori ini dikemukakan oleh H. Bondi, T. Gold, dan F. Hoyle dari Universitas Cambridge pada tahun 1948. Pada teori ini menyatakan bahwa alam semesta ada tanpa awal dan tetap ada tanpa akhir. Hal tersebut didasari oleh kenyataan bahwa setiap galaksi memiliki jumlah yang tetap sama meski ada pada kurun waktu yang berbeda. Dalam teori ini tidak dikenal istilah penciptaan ataupun kiamat. Alam semesta ada dan akan tetap ada.
Walaupun populer pada awal abad ke-20, namun sekarang teori keadaan tetap sudah tidak lagi dipercayai oleh kebanyakan orang kecuali mereka yang tidak beragama (atheis).
Teori ini sangat bertentangan dengan Al Qur’an. Dalam Al Quran menjelaskan tentang penciptaan dan kehancuran alam semesta. Dalam Qs. Qaf: 38 yang menerangkan tentang pembentukan bumi. Yang memiliki arti “Dan sumgguh, kami telah menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, dan kami tidak merasa letih sedikitpun.”. Sedangkan tentang kehancuran alam semesta, salah satunya tercantum dalam Q.S. at-Takwīr/81:1: yang artinya “(Ingatlah hari itu) apabila matahari digulung.”. Dalam ayat ini sangat jelas bahwa akan ada kehancuran total suatu saat nanti. Kehancuran total yang terjadi di alam ini secara logika bukanlah suatu peristiwa yang mustahil. Para pakar ilmu alam telah sepakat bahwa segala yang maujūd pasti memiliki batas akhir keberadaannya pada saat tertentu.
  1. Teori Dentuman Besar (Big Bang)
Teori Big Bang ini berlawanan dengan teori keadaan tetap, karena teori keadaan tetap mengenal penciptaan dan kiamat. Hipotesis teori dentuman besar (Big-Bang) dikemukakan pertama kali oleh George Lematitre. Teori ini menyebutkan bahwa asal usul alam semesta dimulai dari sebuah primeval atom atau atom yang sangat padat. Suatu saat karena terlalu padat dan memiliki energi kalor yang tinggi, atom ini meledak hingga semua materinya terlempar ke seluruh penjuru ruang hampa yang ada di sekitarnya. Sejak ledakan itu, semua partikel ledakan atom tersebut (planet, asteroid, meteorid, dll.) berekspansi hingga ribuan juta tahun. Dari ekspansi tersebut timbulah dua gaya yang saling berlawanan yaitu gaya gravitasi dan gaya repulsi kosmis. Teori ini menyebutkan bahwa suatu waktu, ekspansi tersebut pasti akan berhenti.
Menurut teori ini, ada beberapa masa yang penting selama terjadinya alam semesta, yakni:
·         Masa batas dinding planck yaitu masa pada saat alam semesta berumur 10-43 detik berdasarkan hasil perhitungan Panck.
·         Masa Jify yaitu masa pada saat alam semesta berumur 10-23 detik, dengan jari-jari alam semesta 10-13 cm dengan kerapatnnya 1055 kali kerapatan air.
·         Masa Quark yaitu masa pada saat alam semesta berumur 10-4 detik. Pada masa ini partikel-partikel saling bertumpang tindih da tidak berstruktur serta diikuti dengan terbentuknya hadron yang mempunyai kerapatan 109 ton tiap sentimeter kubik.
·         Masa pembentukan Lipton yaitu masa pada saat alam semsta berumur 10- detik.
·         Masa radiasi yaitu masa alama semesta berumur 1 detik sampai satu juta kemudian pada saat terbentuknya fusi hidrogen menjadi helium mempunyai suhu 109 derajat Kelvin. Pada saat usia alam semesta berumur 105 sampai 106 tahun mepunyai suhu 3000 derajat Kelvin.
·         Masa pembentukan Galaksi yaitu pada usia alam semesta 108-109 tahun. Pada saat usia ini galaksi masih berupa kabut Pilin yang berputar membentuk piringan raksasa.
·         Masa pembentukan tata surya yaitu pada usia 4,6 x 109 tahun.
Jauh sebelum teori Big Bang dikemukakan ilmuwan, Alquran telah menjelaskan terkait terbentuknya alam semesta.  "Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?" isi Surah Al Anbiya Ayat 30.
Dari ayat tersebut, terlihat jelas kesesuaian antara ayat Alquran dan teori Big Bang. Persamaan keduanya tidak bisa dihindari.

  1. Tanggapan
a.       Kesesuaian dan ketidaksesuaian
Teori yang ada di PPT dan teori yang saya ambil dari sebuah artikel memiliki kesesuaian dalam pengertian dan juga pembahasannya. Karena
b.      Alasan
Alasan saya hanya mengambil dua teori terbentuknya alam semesta karena  saya hanya mengambil satu teori yang saya percayai dan satu teori lagi untuk membandingkan dengan teori yang saya percayai. Teori tersebut ialah teori Bigbang atau teori ledakan besar. Teori ini menjelaskan bahwa alam semesta dahulunya terbentuk karena adanya sebuah atom yang bersuhu panas dan sangat padat. Karena saking padatnya, maka atom tersebutpun akhirnya meledak dan bagian-bagian dari atom tersebut terpental ke luar angkasa sehingga membentuk sebuah planet.
Teori ini sama dengan teori yang disampaikan didalam oleh Al-Quran mengenai pembentukan alam semesta sehingga saya mempercayai teori tersebut.
Banyak





TES HASIL BELAJAR


Teknik Pelaksanaan Tes Hasil Belajar
Di tinjau dari bentuk pelaksanaannya, tes dapat di bagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1.  Tes tertulis
2.  Tes lisan
3.  Tes perbuatan (performance test).
Pada tes tertulis, soal-soal tes di tuangkan dalam bentuk tertulis dan jawaban tes juga tertulis. Pada tes lisan, soal-soal di ajukan secara lisan dan di jawab secara lisan pula. Namun demikian dapat juga soal-soal tes di ajukan secara lisan dan dalam waktu yang di tentukan, jawaban harus di buat secara tertulis. Adapun pada tes perbuatan, wujud soal tesnya adalah pemberian perintah atau tugas yang harus di laksanakan oleh testee, dan cara penilaianya dilakukan terhadap proses penyelesaian tugas dan hasil akhir yang di capai setelah testee melaksanakan tugas tersebut.

Prosedur Pelaksanaan Tes Tertulis
Dalam melaksanakan tes tertulis ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu sebagaimana di kemukakan berikut ini.
1.   Agar dapat mengerjakan soal tes para peserta tes mendapat ketenangan, seyogyanya ruang tempat berlangsungnya tes di pilihkan yang jauh dari keramaian, kebisingan, suara hiruk pikuk dan lalu lalangnya orang. Adalah sangat bijaksana apabila di luar ruangan tes di pasang papan bemberitahuan.
2.     Ruangan tes harus cukup longgar, tidak berdesak-desakan, tempat duduk di atur dengan jarak tertentu yang memungkinkantercegahnya kerja sama yang tidak sehat di antara testee.
3.    Ruangan tes sebaiknya memiliki system pencahayaan dan pertukaran udara yang baik. Ruangan yang gelap atau remang-remang disamping menyulitkan testee dalam membaca soal dan menuliskan jawabanya, juga menyulitkan bagi tester atau pengawas tes dalam menunaikan tugasnya. Ruang tes yang terlalu terang atau terlalu menyilaukan mata, disamping dapat menimbulkan udara panas juga dapat menyebabkan testee cepat menjadi letih.
4.     Jika dalam ruangan tes tidak tersedia meja tulis atau kursi yang memiliki alas empat penulis, maka sebelum tes di laksanakan hendaknya sudah disiapkan alat berupa alas tulis yang terbuat dari triplex, hardboard atau bahan lainya, sehingga testee tidak harus menuliskan jawaban soal tes yang di letakkan di atas paha sebagai alas tulisnya.
5.    Agar testee dapat memulai mengerjakan soal tes secara bersamaan, hendaknya lembar soal-soal tes di letakkan secara terbalik, sehingga tidak memungkinkan bagi testee untuk membaca dan mengerjakan soal lebih awal dari pada teman-temanya. Dalam hubungan ini testee harus di beri tahu bahwa mereka baru boleh memulai mengerjakan soal tes setelah tanda waktu bekerja di lakukan.
6.     Dalam mengawasi jalanya tes, pengawas hendaknya berlaku wajar. Artinya jangan terlalu banyak bergerak, terlalu sering berjalan-jalan dalam ruangan tes sehingga mengganggu konsentrasi testee. Sebaliknya, pengawas tes juga jangan selalu duduk di kursi sehingga dapat membuka peluang bagi testee yang tidak jujur untuk bertindak curang (kerja sama dengan testee lainya, atau menyontek). Jika pengawas tes lebih dari satu orang, sebaiknya jangan terlalu banyak bercakap-cakap yang dapat mengganggu ketenangan tes. Dengan demikian pelaksanaan tes hasil belajar akan berlangsung tidak terlalu longgar dan tidak pula terlalu mencekam.
7.     Sebelum berlangsungya tes, hendaknya sudah di tentukan terlebih dahulu sanksi yang dapat di kenakan kepada testee yang berbuat curang. Sanksi itu dapat berupa tindakan mengeluarkan testee dari ruangan tes dan karenanya tesnya di anggap gugur, atau dengan jalan membuat berita acara tentang terjadinya kecurangan tersebut, atau menuliskan kata “curang” di atas kertas pekerjaan estee yang berbuat curang itu.
8.    Sebagai bukti mengikuti tes, harus di siapkan daftar hadir yang harus di tanda tangani oleh seluruh peserta tes. Dalam mengedarkan daftar hadir tes itu hendaknya di usahakan agar tidak mengganggu ketenangan jalanya tes.
9.     Jika waktu yang telah di tentukan telah habis, hendaknya testee di minta untuk menghentikan pekerjaanya dan secepatnya meninggalkan ruangan tes. Tester atau pengawas tes hendaknya segera mengumpulkan lembar-lembar pekerjaan (jawaban) tes seraya meneliti, apakah jumlah lembar jawaban tes itu sudah sesuai dengan jumlah testee yang tercantum dalam daftar hadir tes.
10. Untuk mencegah timbulnya berbagai kesulitan di kemudian hari, pada berita acara pelaksanaan tes harus di tuliskan secara lengkap, berapa orang estee yang hadir dan siapa yang tidak hadir, dengan menuliskan identitasnya (nomor urut, nomor induk, nomor ujian, nama dan sebagainya), dan apabila terjadi penyimpangan-penyimpangan atau kelainan-kelainan harus di catat dalam berita acara pelaksanaan ter tersebut.

Prosedur Pelaksanaan Tes Lisan
Beberapa petunjuk praktis ini kiraya dapat dipergunakan sebagagai pegangan dalam pelaksanaan tes lisan.
1. Sebelum tes lisan di lakasanakan seyogyanya tester sudah melakukan inventarisasi sebagai jenis soal yang akan di ajukan kepada testee dalam tes lisan tersebut, sehingga tes lissan dapat di harapkan memiliki validitas yang tinggi, baik dari segi isi maupun kontruksinya.
2.  Setiap butir soal yang telah di tetapkan untuk di ajukan dalam tes lisan itu, juga harus disiapkan sekaligus pedoman atau ancar-ancar jawaban betulnya. Karena para tester atau evaluator berasal dari latar belakang kailmuan yang berbeda-beda dengan berbagai nilai dan pandangan dasar yang berbeda pula[5]. Hal ini di maksudkan agar tester disamping mempunyai kriteria yang pasti dalam memberikan skor atau nilai kepada testee atas jawaban yang mereka berikan dalam tes lisan tersebut, juga tidak akan terpukau atau terkecoh dengan jawaban panjang lebar atau berbelit-belit yang diberikan oleh testee, yang menurut testee merupakan jawaban betul dan tepat, padahal menurut kriteria yang di tentukan sesungguhnya sudah menyimpang atau tidak ada hubunganya dengan soal yang di ajukan kepada testee.
3. Jangan sekali-kali menentukan skor atau nilai hasil tes lisan setelah seluruh testee menjalani tes lisan. Skor atau nilai hasil tes lisan harus sudah dapat di tentukan di saat masing-masing testee selesai dites. Hal ini di maksudkan agar bemberian skor atau nilai hasil tes lisan yang diberikan kepada testee itu tidak di pengaruhi oleh jawaban yang diberikan oleh testee yang lain.
4.  Tes hasil belajar yang di laksanakan secara lisan hendaknya jangan sampai menyimpang atau berubah arah dari evaluasi menjadi diskusi. Tester harus senantiasa menyadari bahwa testee yang ada di hadapanya adalah testee yang sedang “diukur” dan “dinilai” prestasi belajarnya setelah nereka menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Dengan demikian apabila terjadi bahwa jawaban yang diberikan oleh testee yang sekalipun menyimpang dari kriteria yang telah di tentukan, namun sebenarnya tidak dapat disalahkan atau tidak sepenuhnya salah, cukup di berikan skor atau nilai dan tidak perlu disangkal atau diperdebatkan, yang dapat mengakibatkan kegiatan evaluasi berubah menjadi kegiatan diskusi.
5.  Dalam rangka menegakkan prinsip objektivitas dan prinsip keadilan, dalam tes yang di laksanakan secra lisan itu, tester hendaknya jangan sekali-kali “memberikan angina segar” atau “memancing-mancing” dengan kata-kata, kalimat-kalimat, atau kode tertentuyang sifatnya menolong testee tertentu alasan “kasihan” karena tester menaruh “rasa simpati” kepada testee yang di hadapinya itu. Menguji pada hakekatnya adalah “mengukur” dan bukan “membimbing” testee.
6.  Tes lisan harus berlangsung secara wajar. Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa tas lisan itu mengandung makna bahwa tes lisan itu jangan sampai menimbulkan rasa takut, gugup, atau panic di kalangan testee. Karena itu, dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada testee, tester harus menggunakan kata yang halus, bersifat sabar dan tidak emosional. Penggunaan kalimat-kalimat yang sifatnya “menteror”, yang meimbulkan tekanan psikis pada testee, haruslah di cegah.
7. Sekalipun acapkali sulit untuk diwujudkan, namun sebaiknya tester mempunyai pedoman atau ancar-ancar yang pasti, berapa lama atau berapa waktu yang disediakan bagi tiap peserta tes dalam menjawab soal-soal atau pertanyaan-pertanyaan pada tes lisan tersebut. Harus diusahakan terciptanya keseimbangan alokasi waktu, antara testee yang satu dengan testee yang lain.
8. Pertanyaan-pertanyaan yang di ajukan dalam tes lisan hendaknya di buat bervariasi, dala arti bahwa inti pesoalan yang ditanyakan itu sama, namun cara pengajuan pertanyaanya dibuat berlainan atau beragam. Hal ini dimaksudkan agar testee yang dites lebih akhir (karena sudah memnperoleh informasi dari testee yangyang telah dites terdahulu), jangan sampai memperoleh nasib yang lebih mujur ketimbang testee yang dites lebih awal.
9. Sejauh mungkin dapat diusahakan agar tes lisan itu berlangsung secara individual (satu demi satu). Hal ini di maksudkan agar tidak mempengaruhi mental testee yang lain. Misalnya apabila dalam tes lisan itu secara serempak tester berhadapan dengan dua orang testee atau lebih dan pertanyaan yang sedang di ajukan kepada testee yang mendapat kesempatan lebih awal tidak mungkin dapat di jawab oleh testee berikutnya, maka mental testee yang belum di tes itu akan menjadi menurun, sehingga akan mempengaruhi jawaban-jawaban berikutnya. Selain itu hal tersebut diatas juga dimaksudkan agar tidak memberikan “angin segar” kepada testee yang belum dites, sebab mereka mempunyai kesempatan yang lebih luas untuk menyiapkan jawabannya ketimbang testee yang sedang atau sudah selesai dites.   

Prosedur Pelaksanaan Tes Perbuatan
Tes perbuatan pada umumnya di gunakan untuk mengukur taraf kompetensi yang bersifat ketrampilan (psikomotorik), dimana penilaianya dilakukan terhadap proses penyelesaian tugas dan hasil akhir yang dicapai oleh testee setelah melaksanakan tugas tersebut.
Karena tes ini bertujuan ingin mengukur keterampilan, maka sebaiknya tes perbuatan ini di laksanakan secara individual. Hal ini di maksudkan agar masing-masing individu yang dites akan dapat di amati dan dinilai secara pasti, sejauh mana kemampuan atau keterampilanya dalam melaksanakan tugas yang diperintahkan kepada masing-masing individual tersebut.
Dalam melaksanakan tes perbuatan itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh tester.
1.  Tester harus mengamati dengan teliti, cara yang ditempuh oleh testee dalam menyelesaikan tugas yang di tentukan.
2. Agar dapat di capai kadar obyektivitas setinggi mungkin, hendaknya testr jangan berbicara atau berbuat sesuatu yang data mempengaruhi testee yang sedang mengerjakan tugas tesebut.
3. Dalam mengamati testee yang sedang melaksanakan tugas itu, hendaknya tester telah menyiapkan instumen berupa lembar penilaian yang di dalamya telah ditentukan hal-hal apsajkah yang harus di amati dan di berikan penilaian.

M. Ngalim, Purwanto. 2006. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hlm 110
Anas, Sudijono. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Grafindo Persada. Hlm 151
M. Ngalim, Purwanto. 2006. Prinsip-prinsip….Hlm 151-153
M. Ngalim, Purwanto. 2006. Prinsip-prinsip…Hlm 154-156
Ibid. Hlm 156-157



TEORI KURIKULUM

A.    Perkembangan Teori Kurikulum
Pengembangan kurikulum pertama bertolak dari kehidupan dan pekerjaan orang dewasa. Karena sekolah mempersiapkan anak bagi kehidupan orang dewasa, kurikulum terutama isi kurikulum diambil dari kehidupan orang dewasa. Para pengembang kurikulum mendasarkan kurikulumnya atas hasil analisis pekerjaan dan kehidupan orang dewasa. Dalam pengembangan selanjutnya, sumber ini menjadi luas meliputi semua unsur kebudayaan. Manusia adalah makhluk yang berbudaya, hidup dalam lingkungan budaya, dan turut menciptakan budaya. Untuk dapat hidup dalam lingkungan budaya, ia harus mempelajari budaya, maka budaya menjadi sumber utama isi kurikulum. Budaya ini mencakup semua disiplin ilmu yang telah ditemukan dan dikembangkan para pakar, nilai-nilai adat-istiadat, perilaku, benda-benda, dan lain-lain.
Sumber lain penyusunan kurikulum adalah anak. Dalam pendidikan atau pengajaran, yang belajar adalah anak. Pendidikan atau pengajaran bukan memberikan sesuatu pada anak, melainkan menumbuhkan potensi- potensi yang telah ada pada anak. Anak menjadi sumber kegiatan pengajaran, ia menjadi sumber kurikulum. Ada tiga pendekatan terhadap anak sebagai sumber kurikulum, yaitu kebutuhan siswa, perkembangan siswa, serta minat siswa. Jadi, ada pengembangan kurikulum bertolak dari kebutuhan-kebutuhan siswa, tingkat-tingkat perkembangan siswa, serta hal-hal yang diminati siswa.
Terakhir yang menjadi sumber penentuan kurikulum adalah kekuasaan sosial-politik. Di Amerika Serikat pemegang kekuasaan sosial-politik yang menentukan kebijaksanaan dalam kurikulum adalah board of local education yang mewakili negara bagian. Di Indonesia, pemegang kekuasaan sosialpolitik dalam penentuan kurikulum adalah Menteri Pendidikan Nasional yang dalam pelaksanaannya dilimpahkan kepada Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah serta Dirjen Pendidikan Tinggi bekerja sama dengan Balitbang Diknas atau kalau di Departemen Agama dalam pelaksanaannya dilimpahkan kepada Direktur Pendidikan Madrasah dan Ditperta atau Dirjen Pendidikan Islam yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri Agama. Dengan adanya Disentralisasi, maka disinilah masing-masing lembaga atau daerah mempunyai otoritas dalam penyusunan kurikulum.
Perkembangan teori kurikulum tidak lepas dari sejarah perkembangannya,yang dimulai pada tahun 1890 oleh Charles dan Mc Murry, tetapi secara definitive berawal dari hasil karya Franklin Babbit tahun 1918, ia memandang bahwa inti teori kurikulum itu sederhan, yaitu kehidupan manusia. kehidupan manusia meskipun berbeda-beda pada dasarnya sama, terbentuk oleh sejumlah kecakapan pekerjaan. pendidikan berupaya mempersiapkan kecakapan-kacakapan tersebut dengan teliti dan sempurna. Kecakapan-kecakapan yang harus dikuasai untuk terjun dalam kehidupan sangat bermacam-macam, bergantung pada tingkatnya maupun jenis lingkunagannya.Setiap tingkatan dan lingkungan kehidupan menuntut pengusaan pengetahuan, ketrampilan, sikap, kebiasaan, apresiasi tertentu.Hal-hal tersebut merupakan tujuan kurikulum.
Werret  W. Charles setuju dengan konsep Bobbit tentang analisis kecakapan/pekerjaan sebagai dasar penyusunan kurikulum. Charles lebih menekankan pada pendidikan vokasional.
Ada 2 hal yang sama dari teori kurikulum, teori Bobbit dan Charles yaitu:
1.      Keduanya setuju atas penggunaan teknik ilmiah dalam memecahkan masalah-masalah kurikulum. Dalam hal ini mereka dipengaruhi oleh gerakan ilmiah dalam pendidikan yang dipelopori oleh E.L. Thorndike, Charles Judd, dan lain-lain.
2.      Keduanya bertolak pada asumsi bahwa sekolah berfungsi mempersiapkan anak bagi kehidupan sebagai orang dewasa. Untuk mecapai hal tersebut perlu analisis tentang tugas-tugas dan tuntutan dalam kurikulum disusun ketrampilan, pengetahuan, sikap, nilai, dan lain-lain yang diperlukan agar dapat berpartisipasi dalam kehidupan orang dewasa. Bertolak pada hal-hal tersebut mereka menyusun kurikulum secara lengkap dalam bentuk yang sisitematis.
Mulai tahun 1920, karena pendidikan mengalami perkembangan yang pesat, berkembanglah gerakan pendidikan yang berpusat pada anak, sehingga teori kurikulum menekankan pada kehidupan psikologi anak.
Perkembangan teorikurikulum selanjutnya dibawakan oleh Hollis Caswell, ia mengembangakan konsep kurikulum yang berpusat pada masyarakat atau pekerjaan maka Caswell mengembangkan kurikulum yang bersifat intekatif.
Pada tahun 1947 di Universitas Chicago berlangsung diskusi besar pertama tentang teori kurikulum, yang menghasilkan 3 hal tugas utama dalam teori kurikulum yaitu:
1.      Mengidentifikasi masalah-masalah penting yang muncul dalam pengembangan kurikulum dan konsep-konsep yang mendasarinya
2.      Menentukan hubungan antara masalah-masalah tersebut dengan struktur yang mendukungnya
3.      Mencari atau meramalkan pendekatan-pendekatan pada masa yang akan datang untuk memecahkan masalah tersebut
Kemudian pada tahun 1949, Ralph W. Tylor mengemukakan 4 pertanyaan pokok yang menjadi inti kajian kurikulum yaitu:
1.      Tujuan pendidikan yang manakah yang ingin dicapai oleh sekolah?
2.      Pengalaman pendidikan yang bagaimanakah yang harus disediakan untuk mencapai tujuan tersebut?
3.      Bagaimana mengorganisasikan pengalaman pendidikan tersebut secara efektif?
4.      Bagaimana kita menentukan bahwa tujuan tersebut telah tercapai?
Perkembangan teori kurikulum selanjutnya pada tahun 1963 saat konferensi nasional perhimpunan pengembang dan pengawas kurikulum yang membahas 2 makalah penting dari George A. Beachamp dan Othanel Smith, menurut pandangannya yang pertama, teori kurikulum secara konseptual berhubungan erat dengan pengembangan teori dari ilmu lain, kedua ia berpendapat bahwa peranan filsafat dalam pengembangan teori kurikulum yang bersifat ilmiah.
Pada tahun 1964 James B. Mac Donald melihat teori kurikulum dari model sistem dalam persekolahan, yaitu kurikulum, pengajaran, mengajar dan belajar.
Secara garis besar, menurut Beachamp merangkum perkembangan teori kurikulum antara tahun 1960-1965.Ia mengidentifikasi adanya 6 komponen kurikulum, yaitu landasan kurikulum, isi kurikulum, desain kurikulum, rekayasa kurikulum evaluasi dan penelitian, dan pengembangan teori.
Pada tahun 1966 Thomas L. Faix menggunakan analisis structural-fungsional yang berasal dari biolofi, sosiologi, dan antropologi untuk menjelaskan konsep kurikulum, menuturnya bahwa fungsi kurikulum dilukiskan sebagai proses bagaimana memeliharan dan mengembangkan strukturnya.
Menurut Mauritz Johnson pada tahun 1967 mengemukakan bahwa kurikulum merupakan hasil dari sistem pengembangan kurikulum, tetapi sistem pengembangan bukan kurikulum. Kemudian, pada tahun yang sama Jack R. Frymier mengemukakan 3 unsur darar kurikulum, yaitu actor, artifak dan pelaksanaan.
B.     Macam-macam Teori Kurikulum
Teori kurikulum dapat digunakan untuk melukiskan, menjelaskan, dan meramalkan hal yang harus dilakukan atau kemungkinan baru yang akan terjadi. Disamping itu, teori kurikulum juga mengadakan analisis tentang keadaan pendidikan dan dampaknya terhadap masyarakat luas.
Menurut Pinar teori kurikulum dapat di klasifikasikan atas teori tradisionalis, konseptualis-empiris, dan rekonseptualis.Teori tradisionalis adalah teori yang mementingkan transmisi sejumlah pengetahuan dan pengembangan kebudayaan agar fungsi masyarakat berjalan sebagaimana mestinya. Teori konseptualis-empiris adalah teori kurikulum yang menerapkan metode penelitian dalam sains untuk menghasilkan generalisasi yang memungkinkan pendidik untuk meramalkan dan mengendalikan apa yang terjadi di sekolah. Sedangkan teori rekonseptualis adalah teori yang menekankan pada pribadi, pengalaman eksistensial dan interpretasi hidup untuk melukiskan perbedaan dalam masyarakat.
Ahli lain  yaitu Glatthorn mengklarifikasikan teori kurikulum berdasarkan pada ranah penyelidikan kurikulum sehingga teori ini dapat dikelompokan menjadi:
1.      Teori yang berorientasi pada struktur
Teori ini berkaitan dengan usaha untuk menganalisis komponen-komponen kurikulum dan hubungan antar komponen tersebut.Tujuanya adalah untuk memberikan kejelasan interaksi atau hubungan komponen kurikulum dengan lingkungan.Teori ini menjelaskan fenomena kurikulum pada tingkat makro (global) dan mikro (lembaga).
2.      Teori yang berorientasi pada nilai
Teori ini didukung oleh para rekonseptualis yang membahas masalah kemanusiaan.Analisis teori ini didasarkan atas analisis nilai yang bersifat kritis.Tujuan pendidikan menurut teori ini adalah untuk memperlancar perkembangan individu secara otonom dalam mewujudkan dirinya.Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha moral untuk merefleksikan nilai-nilai yang ditanamkan.
3.      Teori yang berorientasi pada bahan
Sesuai dengan orientasinya, teori ini berkaitan dengan pemilihan dan pengorganisasian bahan-bahan kurikulum.Semua kegiatan pendidikan terpusat pada anak. Dalam perkembanganya dikenal ada tiga jenis kurikulum yang terpusat pada pada anak, yaitu:
a.       Pendidikan efektif, yaitu pendidikan yang mengutamankan perkembangan perasaan dan nilai pada anak. Guru dalam pendidikan efektif berperan sebagai fasilitator dan pembangkit minat belajar anak.
b.       Pendidikan terbuka, yaitu pendidikan yang mengutamakan perkembangan sosial-kognitif anak melalui eksplorasi, kegiatan dan pertemuan informal. Guru dalam pendidikan ini berfungsi sebagai penasihat, motivator dan fasilitator.
c.       Pendidikan perkembangan, yaitu pendidikan  yang mengutamakan tingkat perkembangan anak untuk menentukan status, bahan dan sekuens. Guru dalam pendidikan ini berperan sebagai penyelaras kurikulum yang memperlancar perkembangan anak.
4.      Teori yang berorientasi pada proses.
Teori ini menitikberatkan pada proses perkembangan kurikulum, mengadakan analisis sistem dan mengadakan pengkajian strategi unsur pembentukan kurikulum.


Ahid, Nur, 2006, Konsep dan Teori Kurikulum dalam Dunia Pendidikan, Vol. 1, No. 1,

EVALUASI KURIKULUM

A.            Pengertian Evaluasi Kurikulum              Pemahaman mengenai pengertian evaluasi kurikulum dapat berbeda-beda sesuai deng...